KLIPING TARIAN DAERAH BESERTA SEJARAHNYA


KLIPING TARIAN DAERAH BESERTA SEJARAHNYA

Tari Serimpi


Tari serimpi merupakan salah satu jenis tarian yang berasal dari Jogjakarta dan Surakarta. Konon, tarian ini merupakan bentuk penyajian tari Jawa klasik dari tradisi Kraton Kesultanan Mataram yang kemudian dikembangkan hingga sekarang.

Sejarah Tari Serimpi 
Tari serimpi bermula di masa kerajaan Mataram saat Sultan Agung memerintah yaitu pada tahun 1613 – 1646 M
Tarian Serimpi merupakan karya seni tertua di Jawa. Tari serimpi ini dianggap suci  dan sakral dikarenakan hanya dipentaskan di dalam lingkungan keraton sebagai kegiatan ritual. Sehingga tidak heran, hanya penari yang terpilih saja yang boleh mementaskannya.
Pada tahun 1755, Kerajaan Mataram terpisah menjadi dua yaitu Kesultanan Surakarta dan Kesultanan Jogjakarta. Hal inilah yang menyebabkan perbedaan pada gerakan tarian. Namun meski demikian inti dari tarian ini tetap sama.
Di tahun 1788 – 1820, tari ini muncul di lingkungan Keraton Surakarta. Bahkan sejak tahun 1920 hingga sekarang tarian ini masih dimasukkan dalam pelajaran Taman Siswa Jogjakarta, kelompok tari dan Karawitan Krida Beksa Wirama.

Tari Tor Tor 
Ir Joko Widodo Menari Tor-Tor saat Ngunduh Mantu


Tari Tor-Tor merupakan, sebuah tarian perayaan yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu. Tarian ini berasa dari Batak Toba, Sumatera Utara. Awalnya, tarian ini merupakan sebuah ritual acara seperti upacara kematian, kesembuhan dan lain sebagainya.
Kemudian tari ini mendapatkan pengaruh kebudayaan Hindu-Budha. Dan seiring perkembangan jaman, tari ini tidak hanya digunakan sebagai bentuk upacara saja. Tari Tor Tor  sering sekali dipentaskan untuk hiburan bagi masyarakat Batak. Bahkan gerakan dan busana yang digunakan juga sudah mulai dimodifikasi menjadi lebih menarik.
Dalam pertunjukkannya, tarian ini diiringi dengan musik gondang. Yang kemudian akan menimbulkan suara henrakan para penari di atas lantai.
 
Sejarah Tari Tor-Tor
Konon, kata tortor berasal dari 'tor-tor', bunyi hentakan kaki penari di lantai papan rumah adat Batak. Meskipun belum ada informasti detail kapan tradisi tortor mulak dipraktekkan dalam masyarakat Batak, namun para seniman dan praktisi tari percaya bahwa sejarah tortor sangat terkait dengan upacara-upacara ritual Batak.
Seorang pecinta dan praktisi tortor, Togarma Naibaho, menyatakan pendapat yang sama bahwa tor-tor berasal dari suara hentakan kaki penari  di atas papan rumah adat Batak. Penari bergerak dengan iringan gondang yang juga berirama mengentak. "Tujuan tarian ini dulu untuk upacara kematian, panen, penyembuhan, dan pesta muda-mudi. Tarian ini memiliki proses ritual yang harus dilalui," kata pendiri Sanggar Budaya Batak, Gorga, itu kepada National Geographic Indonesia.
Menurut sumber-sumber sejarah, tortor awalnya memang dilakukan saat acara ritual yang berhubungan dengan roh. Roh dipanggil dan 'masuk' ke patung-patung batu yang merupakan simbol leluhur. Patung tersebut lalu bergerak seperti menari. Tarian ini akhirnya bertransformasi seiring waktu hingga ke wilayah perkotaan. Namun dalam dalam konteks modern, tortor bukan lagi ritual, melainkan sudah hiburan semata.
Sesungguhnya, banyak jenis tortor yang dikenal dan dipraktekkan dalam kebudayaan Batak. Ada tortor pangurason (tari pembersihan), yang biasanya digelar pada pesta besar. Sebelum pesta dimulai, tempat dan lokasi terlebih dahulu dibersihkan agar jauh dari mara bahaya. Pada pembersihan inilah digelar tortor pangurason dengan menggunakan jerut purut.
Kemudian ada tortor Sipitu Cawan (Tari tujuh cawan). Tari ini biasa digelar pada saat pengukuhan seorang raja. Tari ini juga berasal dari 7 putri kayangan yang mandi di sebuah telaga di puncak gunung pusuk buhit bersamaan dengan datangnya piso sipitu sarung (pisau tujuh sarung). Kemudian tortor Tunggal Panaluan, yang biasanya digelar apabila suatu desa dilanda musibah, maka tunggal panaluan ditarikan oleh para dukun untuk mendapat petunjuk mengatasi musibah dimaksud. Lalu Tortor Sigale-gale yang dilakonkan sebuah patung kayu yang menggambarkan rasa cinta seorang raja terhadap anak tunggalnya yang meninggal akibat penyakit.Baca selengkapnya disini

Tari Reog Ponorogo

Tarian Reog merupakan tari daerah Jawa Timur. Kesenian Reog merupakan salah satu kesenian yang berasal dari Jawa Timur bagian barat laut dan Ponorogo. Ponorogo disebut sebagai kota asal kesenian reog yang sebenarnya karena pada gerbang kota Ponorogo dihiasi dengan dua sosok bagian dari kesenian ini. Dua sosok tersebut adalah Warok dan Gemblak. Kesenian ini masih sangat kental dengan hal-hal mistik dan ilmu kebatinan yang kuat.

Sejarah Tari Reog
Sejarah kesenian reog berasal dari cerita rakyat. Ada lima versi cerita yang berkembang namun yang paling terkenal adalah cerita tentang pemberontakan Ki Ageng Kutu. Diceritakan bahwa Ki Ageng Kutu yang merupakan seorang abdi kerajaan pada masa Bhre Kertabumi pada abad ke-15. Ia melakukan pemberontakan karena murka akan pemerintahan raja yang korup dan terpengaruh kuat dari istri raja majapahit yang berasal dari cina.  Ia lalu meninggalkan sang raja dan mendirikan perguruan bela diri. Namun sadar bahwa pasukannya terlalu kecil untuk melawan pasukan kerajaan, maka ia membuat pertunjukan seni Reog yang merupakan sindiran kepada raja Kertabumi dan kerajaannya

Tari Jathilan / Kuda Lumping

Tari Kuda Lumping yang disebut juga dengan jaran kepang atau jathilan. Kuda lumping adalah tarian tradisional jawa yang menampilkan sekompok prajurit yang tengah menunggang kuda. Tarian ini menggunakan kuda-kudaan yang terbuat dari kulit kerbau atau kulit sapi yang telah dikeringkan (disamak) dan ada juga yang terbuat dari anyaman bambu yang kemudian diberi motif atau hiasan dan direka seperti kuda. Selain itu kuda lumping juga identik dengan hal-hal magis.
Tarian kuda lumping menampilkan adegan prajurit berkuda, namun dalam penampilannya terdapat juga atraksi kesurupan, kekebalan, dan kekuatan magis, seperti atraksi memakan beling dan kekebalan tubuh terhadap deraan pecut.
Kuda tiruan yang digunakan dalam tarian kuda lumping dihiasi rambut tiruan dari tali plastik atau sejenisnya yang di gelung atau di kepang, sehingga masyarakat jawa menyebutnya sebagai jaran kepang. 

Sejarah Tari Kuda Lumping
Kesenian Kuda Lumping berasal dari daerah Ponorogo Jawa Timur. Menurut sebuah legenda, Raja Ponorogo selalu kalah dalam peperangan. Sang raja masygul dan gundah. Akhirnya ia pergi ke sebuah pertapaan. Ketika sedang khusu-khusunya memohon kepada Dewa Jawata Sang Marasanga, ia dikejutkan oleh suara tankatingalan. Suara itu ternyata wangsit dari Sang Jawata. Isinya apabila raja ingin menang perang, ia harus menyiapkan sepasukan berkuda. Ketika pergi ke medan perang, para prajuritpenunggang kuda itu diiringi dengan "bande" dan rawe-rawe.
Konon, bande dan rawe-rawe itu menggugah semangat menyala membabi buta di kalangan para prajurit penunggang kuda. Ketika bertempur mereka mabuk tidak sadarkan diri tapi dengan semangat keberanian yang luar biasa menyerang musuh­-musuhnya. Demikianlah dalam setiap peperangan para prajurit bergerak dalam keadaankalap dan memenggal kepala musuh-musuhnya dengan kekuatan yang tangguh. Akhimya. lasykar Raja selalu memperoleh kemenangan.

Untuk menghormati Dewa sang pemberi wangsit dan memperingati kemenangan demi kemenangan kemudian setiap tahun diadakan upacara kebaktian dengan suguhan acara berupa tarian menunggang kuda-kudaan yang menggambarkan kepahlawanan, sebagai suatu prosesi dari prajurit penunggang kuda yang kalap dan menyerbu musuh-musuhnya. Selanjutnya tarian menunggang kuda-kudaan itu berubah menjadi sebuah kesenian yang digemari masyarakat. Tarian itu kemudian diberi nama Kuda Lumping.

Tari kuda lumping merefleksikan semangat heroisme dan aspek kemiliteran sebuah pasukan berkuda atau kavaleri. Hal ini terlihat dari gerakan-gerakan ritmis, dinamis, dan agresif, melalui kibasan anyaman bambu, menirukan gerakan layaknya seekor kuda di tengah peperangan.

Di Jawa Timur terdapat di beberapa daerah, seperti jamban, kolong jembatan, rel kereta, dan daerah-daerah lainnya. Dan seperti halnya tarian lain yang ada di Indonesia kuda lumping biasanya ditampilkan pada ajang-ajang tertentu, seperti menyambut tamu kehormatan, dan sebagai ucapan syukur, atas hajat yang dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.

Barongan 

Kesenian Barongan Blora Jawa Tengah Kesenian Barong atau lebih dikenal dengan kesenian Barongan merupakan kesenian khas Jawa Tengah.Kabupaten Blora merupakan Kabupaten yang keberadaanya paling banyak.Kesenian yang satu ini merupakan kesenian yang sudah terkenal di Daerah Blora khususnya di daerah yang pedesaan
Barongan dalam kesenian barongan adalah suatu perlengkapan yang dibuat menyerupai Singo Barong atau Singa besar sebagai penguasa hutan.
Tokoh Singobarong dalam cerita barongan disebut juga Gembyong Samijoyo  yang artinya harimau besar yang berkuasa. Kesenian Barongan berbentuk tarian kelompok.
Tokoh-tokoh yang tidak bisa di pisahkan dari penyajian tarian ini ialah  : Bujangganong / Pujonggo Anom Joko Lodro / Gendruwo Pasukan berkuda / reog Noyontoko Untub.

Instrumen musik yang di gunakan yaitu :
1.Kendang,
2.Gedhuk,
3.Bonang, Saron,
4.Demung dan Kempul

Sejarah Barongan

Kesenian barongan bersumber dari hikayat Panji, yaitu suatu cerita yang diawali dari iring-iringan prajurit berkuda mengawal Raden Panji Asmarabangun / Pujonggo Anom dan Singo Barong.Dan pada akhirnya Singo Barong Tahkluk dan mengabdikan diri kepada Raden Panji, termasuk prajurit berkuda dan Bujangganong dari Kerajaan Bantarangin.

Sedangkan  rombongan yang dipimpin Raden Panji melanjutkan perjalanan guna melamar Dewi Sekartaji. Suasana arak-arakan yang dipimpin oleh Singo Barong dan Bujangganong inilah yang menjadi latar belakang keberadaan kesenian Barongan..

Post a Comment

0 Comments